Presiden Joko Widodo
adalah sebuah simbol kekuasaan, kalau tak dikatakan sekadar sebagai orang yang
menjalankan dan berwenang di pemerintahan. Pascareformasi, pola pemerintahan
berubah signifikan. Dilihat dari proses pemilihan yang lebih demokratis,
pengembalian fungsi TNI, dan penguasaan parlemen yang berimbang antara partai
penguasa dan oposisi. Di masa pascareformasi, presiden tidak memiliki kekuasaan
absolut, namun dengan masa bakti selama lima hingga sepuluh tahun, ada hal yang
dilakukan untuk tetap menanamkan pengaruhnya ke semua konstituen. Yakni dengan
memanifestasikan ideologi politiknya.
Manifestasi secara
sederhana berarti proses penanaman, nilai-nilai ke dalam sekelompok orang
sehingga mengikuti atau sejalan. Manifestasi ideologi politik (manipol) tentu
merupakan upaya serius yang dilakukan untuk menanamkan pengaruh, yang bukan
saja habis dalam periode lima tahun, namun juga untuk momentum berkelanjutan.
Tentu saja, manifestasi ideologi politik bukan perkara sederhana. Pada awal
orde lama, manipol jelas dilakukan melalui partai-partai. Bisa dilihat
bagaimana pengusung ideologi tertentu berkumpul dan bernaung di bawah partai
politik yang secara-terang-terangan menunjukkan ideologinya. Namun, di masa
pascarefrmasi, hal seperti itu barangkali tidak perlu dilakukan lagi. Seorang
tokoh, yang dalam hal ini adalah Presiden Republik Indonesia bisa menggunakan
sebuah partai politik untuk kendaraanya saja, sedangkan manipol bisa dilakukan
secara langsung kepada konstituennya. Manipol ini bisa dilakukan dengan
pelbagai cara. Melalui media massa/ pemberitaan adalah satu di antaranya.
Ideologi politik di
dalam rancangan penelitian ini bukan mengacu pada ideologi formal dan pakem,
melainkan lebih ke arah pengaruh seorang tokoh. Artinya yang menjadi fokus
utama pembahasan adalah bagaimanakan bentuk, proses, respon, maupun dampak dari
proses manifestasi ideologi politik yang terejawantah menjadi pengaruh presiden
kepada konstituennya. Jika menengok masa prareformasi, media massa yang menjadi
corong manipol berbeda signifikan dengan
yang ada di masa kini. Hal ini tampak melalui kebebasan pers dan kebebasan
konten pemberitaan. Ada pun kritik terhadap penguasa, lebih banyak dan mudah
dilakukan di masa pascareformasi. Hal ini menunjukan sebuah hal yang menarik.
Media massa merupakan corong manipol, di satu sisi media massa juga menjadi
alat kritik bagi presiden. Apakah jangan-jangan justru manifestasi ideologi itu
efektif lewat kritik yang dilakukan oleh media massa?
Pembahasan mengenai
manipol Presiden Republik Indonesia di masa pascareformasi dilakukan dengan
metode Analisis Wacana Kritis yang berkiblat pada Fairclough. Analisis Wacana
Kritis (AWK) dipilih karena objek penelitian merupakan ungkapan lingual yang
tersebar di media massa sejak tahun 1998 hingga 2018. AWK dipilih karena dianggap
tepat untuk menjadi pisau bedah dalam upaya mengungkapkan ideologi politik
penguasa. Adapun pemilihan objek penelitian yang tersebar selama 20 tahun
pascareformasi didasari pola pemberitaan yang berbeda antara pra dan
pascareformasi, serta adanya asumsi bahwa media massa di milenium ketiga
memiliki peran penting dalam membentuk citra penguasa. Tidak hanya itu, pada
dasawarsa kedua, terjadi lompatan teknologi informasi yang begitu signifikan.
Manipol pun bergerak dari media massa cetak konvensional ke media massa daring.
Lompatan itu pun memberi dampak, tidak hanya bagi pola manipol, juga bagi
pembaca sebagai konstituen.
Adapun tujuan dari
pembahasan ini adalah untuk mengungkapkan bentuk manipol lima presiden yang
berkuasa di dalam rentang 20 tahun, serta mengungkapkan proses, dampak, maupun
respon konstituen. Analisis terhadap bentuk dan proses murni menggunakan
pendekatan AWK yang berkiblat pada Fairclough, adapaun dampak dan respon akan
menggunakan pendekatan deskriptif-kualitatif dengan melibatkan informan-informan
yang dianggap kredibel. Di dalam pendekatan AWK versi Fairclough, data
penelitian akan melewati tahapan deskripsi, interpretasi, dan berakhir di
eksplanasi sesuai dengan fokus penelitian yang sudah ditetapkan.
Pembahasan terhadap
manipol Presiden Republik Indonesia pascareformasi tidak sekadar akan menjadi
tumpukan kertas ataupun jurnal yang tidak bisa dimanfaatkan. Dengan adanya
pembahasan ini, pembaca akan mengetahui lebih dalam bagaimana seorang penguasa mencengkeramkan
kuku kekuasaan kepada konstituennya dan bisa bertahan begitu lama dengan
pengaruh yang besar.
Singkawang, 20 Februari
2018
Bagus Mantre
Comments
Post a comment